1. PROF AMIN SWEENY (Cornell Unv.USA)
TERNYATA bahawa dalam bidang seni sastera, tradisi lisan itu merupakan satu khazanah
yang amat kaya untuk dimanfaatkan oleh kesusateraan moden. Hal ini memang sudah berhasil disedari oleh misalnya Muhammad Haji Salleh, yang berhasil mengenal
serta memperkenalkan kembali kepada pembaca moden hakikat lisan masyarakat tradisional.
Antara Penulis yang masih agak muda, yang cerpenisnya menarik sekali ialah SITI ZAINON ISMAIL. Kebetulan - atau mungkin tidak kebetulan - beliau berGURU kepada Profesor Muhammad Haji Salleh. Dalam kumpulan ATTAR DARI LEMBAH BAWAR (Marwilis Publisher, 1988) misalnya, kita berhadapan dengan seorang penulis yang keras disiplinnya. Pola-pola pemikiran penulis yang tersirat dalam teks itu ternyata kompleks. Inilah penulis yang tidak sedikitpun bertolak ansur dengan pembaca yang tidak tekun.
Khalayak andaian adalah pembaca yang sanggup memusatkan sepenuh
konsentrasinya yang sanggup berhadapan dengan segala macam ilusi yang
tidak diterangkan. Kalau kita mengharap alur cerita yang mematuhi
konvensi narasi linear, mungkin kecewa. Kerana sebahagian
besar aksi cerita-cerita ini ternyata berlansung hanya dalm kepala
tokohnya. Kadang-kadang saya mendapat kesan seoalah-olah cerpen ini
merupakan lukisan abstrak. Hanya lukisan ini memakai kata-kata,
bukan cat.
Cerpen samacam ini hanya mungkin timbul dari benak manusia yang
jelas mendalam pola-pola pemikiran beraksara cetak. Yang agak
mengkagumkan saya ialah bahawa penulis yang beraksaraannya begitu
mendarah daging dapat pula memanfaatkan tradisi lisan,
sehingga bagi saya, dalam beberapa cerpennya benar-benar tertangkap
intipati selera penciptaan lisan. Hanya sekaranng formula atau
rumusan dikenali sebagai formula, digunakan secara sedar sebagai
formula, tetapi di dalam bingkaian baru. Kata-kata saya ini bukan
dimaksudkan sebagai penilaian kritika sastera. Haluan saya lebih
kepada persoalan perkembangan noetika dalam masyarakat Melayu".
(Dewan Sastera, Ogos 1990:71)
******
2. Dr DAMI N TODA (Hamburg Univ.Jerman)
Bunga- Bunga Bulan dan Sketsa Puisi Siti
HAMPIR tidak dapat dibayangkan penyair Siti Zainon tanpa para sahabat, tanpa
ritme, denyut, garis, nada, bau dan warna. Kerana penyair tanpa para sahabat dan
alam berarti sama dengan tanpa penduniaan diri, tanpa jagat seni. Bilamana puisi merupakan sebuah jasad seni kesaksian penyair (Siti Zainon), maka tulisan itu hanya sepasang pandangan mata kesaksian terhahdap kesaksian jasad seni penyair.
Itulah renung balik, ketika penulis membaca surat Dr H.B. Jasin (Jakarta, 16 Oktober 1987) kepada Siti Zainon ("yang baik"), mengenangkan kesan terdalam memperhatikan penyair dalam perjalanan bas bersama dari Ujung Pandang ke Pare-Pare:
" ...Zainon yang selalu diam memperhatikan sekitar, alam, rumah-rumah, manusia, hewan, meresapkan, merenungkan, menghayati, dalam keheningan menciptakan gambaran yang lapis berlapis dalam kenangan dan kenyataan. Alahkah bahagianya hidup dalam dunia penyair. Hampir-hampir saya merasa kehadiran saya hanya menganggu"
Kini membaca sajak-sajak Zainon saya merasa masuk menyelusup ke dalam dunia sejarah yang sekian kaya terbentang...Belajar mengenali karya-karya SZI rasanya memang lebih utuh, bila sampai pula melihat lukisan-lukisannya. Momen-momen puitik pada denyut-denyut gerak dan warna yang memukau dari siri lukis Kaligrafi ("Kubah Seroja"), sulur ("Bayung ","Gerak Sulur","Hayat") misalnya mengingatkan kepukauan penulis yang sama tatkala pertama kali membaca puisi-puisi berlarik pendek SZI dalam kumpulan Daun-Daun Muda (Himpuisi Puisi-puisi kecil, 1983-1986), Kau Nyalakan Lilin ataupun Puisi Putih Sang Kekasih: terajut manis, terukur magis dengan pilihan (bunyi) kata yang padat, berkilau-kilau penuh daya bayang (imaginatif). Pilihan metafora yang memiliki daya tenaga lukisan yang tidak asing, kerana mengandung aroma yang kita cium sehari-hari dari kekayaan budaya alam tropis Nusantara, seperti aroma selasih, kemboja, bau daun pandang dari budaya cecap rasa Nusantara. Resapkan sana contoh di bawah: " Benang Raja "
Air tumpah
di rawa-rawa
Selasihku
berbunga di tangga
Naiklah
di rumah
lilin menyala.
Menangkap momen puitis tidak hanya dengan tenaga kata di dalam bahasa, tetapi juga dengan "bahasa" warna dan garis di dalam media lukisan, memang nilai dan daya tampah yang luar biasa pada SZI, penyair wanita kita terkuat di kawasan sastera moden serumpun Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura , dewasa ini.....
Kumpulan Bunga-Bunga Bulan, Sketsa danPuisi 1969-1989 memang mempunyai nilai jadidiri peribadi dengan pesoja tersendiri dan membuka sumber
"Rahsia" mana yang memberi kekuatan daya cipta luar biasa kepada penyair wanita terkuat kita ini dalam kerja kepenyairannya, yakni para sahabat (di mana-mana) dan alam (di mana-mana yang berbicara tanpa kata).
Dalam kumpulan ini, pengertian "puisi" muncul tidak berjarak sebagai 'em punyamu' atau 'em punyaku', kerana puisi itu bagi penyair segalanya (seperti yang pernah dikutip An-Naazia'at:30), mengikat sesama sahabat menjadi satu dengan segala jenis "tanda" puisi murni dari dalam keindahan hati...
Suatu pertemuan meditatif mengharukan, ialah puisi renungan SZI 'mereaksi' seorang sahabat tua, Sutan Takdir Alisjahbana di padepokan revitalisasi seni tradistional sahabat tua itu di desa Toyabungkah (Bali). Di situ SZI menemui Ibu Reneng penari tua yang cukup terkenal. Malah lebih dari itu, SZI lebih terharu dengan perubahan sikap Sutan Takdir yang ketika mudanya pada tahun 1920-an berapi-api mengutuk melanggengkan tradisi budaya Nusantara yang diistilahkannya sebagai ' statis, irasional menunggu takdir, malas dan mengagungkan 'Go West'. Dan di hujung hari Sutan Takdir , SZI menemukan ST seniman tua itu mengumpul batu-batu mengatur kemboja di halaman di desa Toyabongkah jauh dari hiruk pikuk Jakarat.a..SZI memuisikan pertemuan itu ,
'hidup bukan lagi impian
kalau bola takdir
bakal diletupkan
kau lihat batu-batu cadas itu
yang dibentuk oleh api dan air
mengenal akar serta nelayan
...
Malam itu
kusimpul lagi snyuman Nyi Gadung
kenangan masa lalu
ada ilmu yang harus kusimpulkan...
(Bali, Septemer 1985)
(Dalam Dewan Sastera, Oktober 2002. Esei ini memenangai Hadiah Sastera Indonesia@Sastera Indonesie.com)
*****
3. PROF ALI HASJMY (Ketua Ulamak Acheh, Rektor Univ.Sheikh Kuala)
DALAM segala cabang kehidupan , Islam membero hak yang sama kepda pria dan
wanita. Sejarah Islam telah mencatat bahawa sejumlah wanita telah tampil sebagai
pahlawan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di medan peran, politk dan
Seni Budaya. Audalusi mencatat nama-nama Sasterawati Wanita terkenal antaranya
Walladah, seorang puteri istana yang merindukab Ibnu Zaidon, penyair pria orang
biasa. Istana tidak menyetujui percintaan mereka hingga pria perindu itu dijebloskan dalam penjara. Ratusan surat dalam bentuk puisi dari kedua pihak yang tidak terkrimkan kemudian dibukukan menjadi Dewan Syi'ir yang bernilai tinggi
dan terangkatlah keduaya menjadi Penyair Perindu yang sudar dicatai taranya.
Islam yang datang ke Nusantara juga telah mengangkat martabat wanita sederajatdengan pria. Banyak Muslimat Nusantara,yang muncul sebagai Kepala Negara, Pahlawan dan Sasterawan. Dalam sejarah kebudayaan Nusantara (terutama di Acheh) banyak terdapat naa-nama wanita yang tampi ke arena. Dalam tahun-tahun setelah bangsa-bangsa Nusantara mencapai kemerdekaannya, muncul pula sejumlah sasterawan yang mempunya gari-hari depan yang baik, kalau mereka melanjutkan karirnya dalam kesusasteraan.
Salah seorang diantarnya iaitu SITI ZAINON ISMAIL dari Malaysia. Penyair puteri Tanah Melayu ini ikut aktif dalam SEMINAN ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN yang berlansung di Takengon, Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 20-24 Januari 1986. Dalam arena Seminar ia menjadi terkenal, kerana sajak-sajak ayng dibacakan. Sajak-sajak yang diciptakan selama kunjunganya ke Aceh: mendapat sambungan hangat. Sajak-sajak kini diabadikan dalam buku ini.
Setelah saya membaca sajka-sajak Siti Zainoni Ismail yang termaktub dlam kumpula sajaknya yang bernama PERKASIHAN SUBUH, maka saya berkesimpulan bahawa Siti Zainon Ismail adalah seorang Penyair Muslimat, yang sajak-sajaknya berjiwa dan bersemangat Islam.
Banda Acheh, 17 Ramadhan 1406
(Dalam Perakasihan Subuh. PT Bulan Bintang Jakarta , 1986)
*****
4. DR HARRY GEORGE AVELING (LA TROBE Univ. Australia)
and DR CHIN WONG PING inThe Moon Is A Candle
Recent years , literature concerning the inner, spiritual life of women has been rare, spitual texts having generally been the domain of men. This gas is all the more acute in the case of the Malay mowen, who only began writting and publishing in eary part of twenteieth - century. In light of this, the poetry of Siti Zainon Ismail seems even more Significant and remarkable an achievement for its a avid expression of, and commitment to , the life of the soul.
For Siti Zainon Ismail, the spiritual life is not divorced from the physical . It is rooted, like the lotus flower tha often in her poems, in the earthy, minute details of the physical world. Often, the spiritual is apprehensible, through the experience of the sensualm the divine known only as a fragrance, a kind of light, a passing breeze. The poet's task is to capture the ineffable by attending fully to the concrete: " Poetry arises from the life of the universe itself...the poet face the world honestly and the water, the sun, and the trees all becom alive to him"
The poems gathered in The Moon Is A Candle, spanning a career of fifteen years, reflect the poet's immersion in rich, heterogenceous world encompassing multiple traditions, influences and disciplines...including Malay mythology andoral arts, Sufi mysticism, Western Romanticim, contemporary visual and plastic arts and Southeast Asian geography and history. Moving through his fluid world is the poets herself...a sensitive, watchful, often vulnerable but alsways collected presence...speaking in a voice as clear as the of a bell. Its is, typically, a women's voice, located in a consciousness of the special experience and the special suffering of being female...
Nature is also pregnant with meaning, sending messages of truth thas pass "like Lightning". In the the tradition of Sufi mystics such as a the poet-theologuan Al - Gahazali , Siti Zainon's poem are attempts at cupturing thee enigmating presence of God. Resisting mimesism the seek instead to evoke the highest presence through a poetics of indirection and suggestion:
The sudden shift of colours
brings me to Your side,
Muhammad, lover of God...
...
Accomodating the contemporary experince of Kuala Lumpur steet life, Siti's voice can take on sensational and dramatic ironies, as in " City Blues", when Meena the prostitute ("Bobby calls me 'Shandy'/...He likes to watch me shake my booty") discovers that he client-lover (described in all his physical closeness) turn out to be none othes than the politician on national television exhorting the people oe "be warriors" on Independence Day.
Siti Zainon's is, in short, no soft or reticent voice, for all its delicacy and femininity. She is, in her own words, " A Malay women, shy no doubt/ But as hard as shining marble". Her language can be powerful and uncompromising, as precise and unstinting as her metophors of candles standing " like nails" or of the moon roasting " on the end of a stick". In teh real world she watches over, night canbe " a hot ,thick/cup of coffee" and women's milk " turned to pus." It is also a voice of compassion and humanity, at perhaps its mos expensive and inspiriting in " The Rose Wind of Southeast Asia, " with its call for all people to " share a common mat together:
(in The Moon Is A Candle. DBP 1992: VIV-XXI)
*****
5. DR ARIS ARIF MUNDAYAT (Univ. Putra Malaysia)
'...KARYA etnografi yang cukup kontrovesial adalah etnografi yang diekspresikan dalam bentuk puisi. Ini konterversial kerana, kaum positivis memandang sebelah mata.malah menganggap Etnografi puisi bukanlah arus utama....mengangap karya etnografi bersifat akademik berbeda dengan karya sastera...
Karya Siti Zainon Kasih Bonda , Kampung Paya Kami bukanlah sekadar kumpulan puisi belaka, namun sebuah " etnografi puisi" iaitu sebuah penggamabaran kehidupan masyarakat dalam bentuk puisi. Karya seperti inijarang dilakukan oleh ilmuan sosial kerana mereka tidak memiliki keberanian untuk menantang dominasi ideologi positivis. Upaya yang dilakukan oleh Siti Zainon melalui karya etnografi dalam bentuk puisi pasti memiliki matlamat tertentu baginya. Dugaan saya adalah, melalui karya etnografi puisi ini maka karya tersebut akan lebih mudah difahami oleh hampir seluruh lapisan usia dan latar belakang pendididikan orang-orang di Kampung Paya (Gombak) yang tidak semuanya orang-orang akademik.
Menurut Ruth Behar (2007:146), masalah hubungan antara puisi dengan etnografer tersebut pernah dialamai oleh sejumah tokoh-tokoh klasik etnografer seperti Franz Boas, Edward Safir dan Ruth Benedict....Dalam karya ini, tokoh Siti adaalah peran utama daalm kehidupan masyarakat di Kampung Gombak. Ceritera tentan Kasih Bonda bukan semata-mata tentang tokoh Siti, namun konteks sosial dan budaya yag ada sekitarnya merupakan kunci penting kumpulan puisi ini sebagai etnogafi puisi....Dalam buku ini kita akan menemukan sketsa kampung yang digoreskan oleh tangan etnografer itu sendiri. Ini adalah salah satu teknik entografer yang sering diisebut dengan pemetaan sosial.
Alasan saya menyebut karya Siti Zainon ini sebagai etnografi puisi kerana memiliki sejumlah karekter penting yang terkait dengan kehidupan masyarakat berserta lingkungan hidupnya seperti yang lazim dilakukan dalam etnografi. Buku ini menggambarkan: Pertama pemetaan sosial tentang kampung yang berubah - diskripsi perubahan digambar dengan jalinan puisi dan lakaran. Kedua, ada upaya penggambaran tentang sejarah sosial sejak 1950an. Ketiga, ikatan sosiobudaya masyarakat. Keempat, puisi tentang seni bina sebuah kampung dan Kelima mengandung kritik sosial dengan berlakunya perubahan sikap masyarakat.
....Semua ini digambarkan melalu puisi. Ini adalah karya yang langka dilakukan oleh seorang etnografer. Siti Zainon telah keluar dari dominasi ilmu sosial yang posivistik dengan memberi ruang puisi ke dalam karya etnografi seblum ini hanya bersifat prosa. Di sinilah titik penting yang sesungguhnya menarik, kerana karya Siti Zainon ini tidak memberikan makna yang pasti, namun memberi ruang kepada pembaca untuk menafsirkan peristiwa yang terjadi di Kampung Paya yang menjadi tempat dari suatu peristiwa sosial orang-orang Melayu di Malaysia.
(Kertas kerja yang dibentangkan dalam program "Wicara Buku : Kumpulan Puisi Kasih Bonda Kampung Paya Kami" anjuran PAKSI dan DBP Wilayah Tengah di DBP, 23 Oktober 2014)
*****
6. DR. SILFIA HANANI SYAFIE (Institut Islam Padangpanjang Sumbar)
"Mentafsir Roh Seni Budaya dari Perspektif Tradisional dan Moden"
MENGENAL Siti Zainon Ismail sama seperti mengenal dunia yang penuh dengan ragam warna-warni atau kepelbagaian, multibudaya kerana "budaya dan seni" yang dimilikinya sangat luar biasa. Jika penulis atau sesiapa sahaja yang mentasbihkan Siti Zainon dengan gelaran sebagai penyair , alangkah kerdilnya kami.
Siti Zainon merencah lautan karya yang sukar dicari tandingnya di ranah Melayu Nusantara, Berdasarkan karyanya yang "berurai", maka beliau wajar digelar sebagai pelukis, penyair, novelis,cerpenis, pereka bentuk dan ahli akademik. Penulis melihat Siti Zainon sebagai " wanita muzium seni budaya. Karyanya tidak sahaja dalam satu bidang kepakaran tetapi menjalar dalam kepelbagian seni.
...Karya Siti Zainon melambangkan identiti dan perjuangan beliau dalam membangunkan kebudayaan dan sosial masyarakat Melayu Malaysia...beliau mempertahankan bahasa ibundanya dalam setiap karya yang dihasilkan. Bukankah bahasa itu budaya bangsa? Pertanyaan inilah yang dijawab dalam karya Siti Zainon . Karyanya umpama jejantas yang menghubungkan generasi hadapan dengan bahasa Melayu...
Siti Zainon kerap kali membawa perlambangan alam..dalam ramuan dan pentafsiran lugas, cerdas, berorientasikan masa depan . Ada makna falsafah sehingga kehadiran alam ada simbol yang sangat berguna untuk membangunkan kehidupan...mampu mentafsir dalam dengan pandangan yang lain, yang membawa pembaca pada satu makna, pemikiran dan perubahan. Cerpen "Seri Padama", ada bait alam yang indah dalam tulisannya, sebagai perlambangan:
"Hujan yang manis
angin yang baik
telah kami raikan keanggunganmu
dengan ramah dewi api yang melindungkan
Sita
yang memadakankan cemburu Rama
bersma kasih
putih ini....
(Cerpen " Seri Padma")
....Orang Melayu beragama Islam. Agama menjadi pegangan yang utama. Tidak hairan, kekuatan agama itu melekat pada karya ini' beliau menghadirkan kebesaran Tuhan dan Kebesaran-Nya dalam puisi dan karya yang lain. Kekuatan ini pada hakikatnya melayakkan Siti Zainon digelar bangsawan di Aceh iaitu gelaran Tengku Chut Nyak Fakinah. Orang Aceh tidak mudah memberikan gelaran kebesaran itu kepada orang lain, kecuali jika seseorang itu ada kekuatan agama yang dikembangkan dengan sumbangan bakti yang berguna, yang disumbangkan oleh seseorang yang diberi gelaran kehormatan tersebut.
Kesantunan budi adalah ciri utama orang Melayu. Inilah juga yang banyak diperikan dalam karyanya, terutama dalam cerpen " Kampung Paya Kami"
Yang menarik beliau juga terus berkembang. Sikap memerlihara tradisi dilakukan beliau bukan bererti mundur ke belakang. Sebaliknya sesuai dengan nilai kemodenan, Siti mampu membangunkan nilai tradisional, iaitu nilai Melayu secara positif - membawa perubahan tanpa menjejaskan keadaan manusia yang harus berubah tanpa meningglakan nilai norma, dan kemanusiaan. Malah karyanya juga menjadi agen kritik sosial, mengkritik kerana perubahan yang tidak seimbang..terutama dalam puisi "Rangka Daun" dan cerpen Kampung Paya Kami"
Siti Zainon merupakan wanita seni budaya yang sukar dicari tandingannya sampai saat ini kerana karya yang dihasilkannya begitu kompleks dan dekat dengan masyarakat Malaysia. Beliau mendapat sambutan dan pengiktirafan daripada berbagai pihak...'Beliau permata yang bersinar di rumpun Melayu"
(Dalam Dewan Sastera, Disember 2011: 32-360)
******
2. Dr DAMI N TODA (Hamburg Univ.Jerman)
Bunga- Bunga Bulan dan Sketsa Puisi Siti
HAMPIR tidak dapat dibayangkan penyair Siti Zainon tanpa para sahabat, tanpa
ritme, denyut, garis, nada, bau dan warna. Kerana penyair tanpa para sahabat dan
alam berarti sama dengan tanpa penduniaan diri, tanpa jagat seni. Bilamana puisi merupakan sebuah jasad seni kesaksian penyair (Siti Zainon), maka tulisan itu hanya sepasang pandangan mata kesaksian terhahdap kesaksian jasad seni penyair.
Itulah renung balik, ketika penulis membaca surat Dr H.B. Jasin (Jakarta, 16 Oktober 1987) kepada Siti Zainon ("yang baik"), mengenangkan kesan terdalam memperhatikan penyair dalam perjalanan bas bersama dari Ujung Pandang ke Pare-Pare:
" ...Zainon yang selalu diam memperhatikan sekitar, alam, rumah-rumah, manusia, hewan, meresapkan, merenungkan, menghayati, dalam keheningan menciptakan gambaran yang lapis berlapis dalam kenangan dan kenyataan. Alahkah bahagianya hidup dalam dunia penyair. Hampir-hampir saya merasa kehadiran saya hanya menganggu"
Kini membaca sajak-sajak Zainon saya merasa masuk menyelusup ke dalam dunia sejarah yang sekian kaya terbentang...Belajar mengenali karya-karya SZI rasanya memang lebih utuh, bila sampai pula melihat lukisan-lukisannya. Momen-momen puitik pada denyut-denyut gerak dan warna yang memukau dari siri lukis Kaligrafi ("Kubah Seroja"), sulur ("Bayung ","Gerak Sulur","Hayat") misalnya mengingatkan kepukauan penulis yang sama tatkala pertama kali membaca puisi-puisi berlarik pendek SZI dalam kumpulan Daun-Daun Muda (Himpuisi Puisi-puisi kecil, 1983-1986), Kau Nyalakan Lilin ataupun Puisi Putih Sang Kekasih: terajut manis, terukur magis dengan pilihan (bunyi) kata yang padat, berkilau-kilau penuh daya bayang (imaginatif). Pilihan metafora yang memiliki daya tenaga lukisan yang tidak asing, kerana mengandung aroma yang kita cium sehari-hari dari kekayaan budaya alam tropis Nusantara, seperti aroma selasih, kemboja, bau daun pandang dari budaya cecap rasa Nusantara. Resapkan sana contoh di bawah: " Benang Raja "
Air tumpah
di rawa-rawa
Selasihku
berbunga di tangga
Naiklah
di rumah
lilin menyala.
Menangkap momen puitis tidak hanya dengan tenaga kata di dalam bahasa, tetapi juga dengan "bahasa" warna dan garis di dalam media lukisan, memang nilai dan daya tampah yang luar biasa pada SZI, penyair wanita kita terkuat di kawasan sastera moden serumpun Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Singapura , dewasa ini.....
Kumpulan Bunga-Bunga Bulan, Sketsa danPuisi 1969-1989 memang mempunyai nilai jadidiri peribadi dengan pesoja tersendiri dan membuka sumber
"Rahsia" mana yang memberi kekuatan daya cipta luar biasa kepada penyair wanita terkuat kita ini dalam kerja kepenyairannya, yakni para sahabat (di mana-mana) dan alam (di mana-mana yang berbicara tanpa kata).
Dalam kumpulan ini, pengertian "puisi" muncul tidak berjarak sebagai 'em punyamu' atau 'em punyaku', kerana puisi itu bagi penyair segalanya (seperti yang pernah dikutip An-Naazia'at:30), mengikat sesama sahabat menjadi satu dengan segala jenis "tanda" puisi murni dari dalam keindahan hati...
Suatu pertemuan meditatif mengharukan, ialah puisi renungan SZI 'mereaksi' seorang sahabat tua, Sutan Takdir Alisjahbana di padepokan revitalisasi seni tradistional sahabat tua itu di desa Toyabungkah (Bali). Di situ SZI menemui Ibu Reneng penari tua yang cukup terkenal. Malah lebih dari itu, SZI lebih terharu dengan perubahan sikap Sutan Takdir yang ketika mudanya pada tahun 1920-an berapi-api mengutuk melanggengkan tradisi budaya Nusantara yang diistilahkannya sebagai ' statis, irasional menunggu takdir, malas dan mengagungkan 'Go West'. Dan di hujung hari Sutan Takdir , SZI menemukan ST seniman tua itu mengumpul batu-batu mengatur kemboja di halaman di desa Toyabongkah jauh dari hiruk pikuk Jakarat.a..SZI memuisikan pertemuan itu ,
'hidup bukan lagi impian
kalau bola takdir
bakal diletupkan
kau lihat batu-batu cadas itu
yang dibentuk oleh api dan air
mengenal akar serta nelayan
...
Malam itu
kusimpul lagi snyuman Nyi Gadung
kenangan masa lalu
ada ilmu yang harus kusimpulkan...
(Bali, Septemer 1985)
(Dalam Dewan Sastera, Oktober 2002. Esei ini memenangai Hadiah Sastera Indonesia@Sastera Indonesie.com)
*****
3. PROF ALI HASJMY (Ketua Ulamak Acheh, Rektor Univ.Sheikh Kuala)
DALAM segala cabang kehidupan , Islam membero hak yang sama kepda pria dan
wanita. Sejarah Islam telah mencatat bahawa sejumlah wanita telah tampil sebagai
pahlawan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di medan peran, politk dan
Seni Budaya. Audalusi mencatat nama-nama Sasterawati Wanita terkenal antaranya
Walladah, seorang puteri istana yang merindukab Ibnu Zaidon, penyair pria orang
biasa. Istana tidak menyetujui percintaan mereka hingga pria perindu itu dijebloskan dalam penjara. Ratusan surat dalam bentuk puisi dari kedua pihak yang tidak terkrimkan kemudian dibukukan menjadi Dewan Syi'ir yang bernilai tinggi
dan terangkatlah keduaya menjadi Penyair Perindu yang sudar dicatai taranya.
Islam yang datang ke Nusantara juga telah mengangkat martabat wanita sederajatdengan pria. Banyak Muslimat Nusantara,yang muncul sebagai Kepala Negara, Pahlawan dan Sasterawan. Dalam sejarah kebudayaan Nusantara (terutama di Acheh) banyak terdapat naa-nama wanita yang tampi ke arena. Dalam tahun-tahun setelah bangsa-bangsa Nusantara mencapai kemerdekaannya, muncul pula sejumlah sasterawan yang mempunya gari-hari depan yang baik, kalau mereka melanjutkan karirnya dalam kesusasteraan.
Salah seorang diantarnya iaitu SITI ZAINON ISMAIL dari Malaysia. Penyair puteri Tanah Melayu ini ikut aktif dalam SEMINAN ILMU PENGETAHUAN DAN KEBUDAYAAN yang berlansung di Takengon, Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 20-24 Januari 1986. Dalam arena Seminar ia menjadi terkenal, kerana sajak-sajak ayng dibacakan. Sajak-sajak yang diciptakan selama kunjunganya ke Aceh: mendapat sambungan hangat. Sajak-sajak kini diabadikan dalam buku ini.
Setelah saya membaca sajka-sajak Siti Zainoni Ismail yang termaktub dlam kumpula sajaknya yang bernama PERKASIHAN SUBUH, maka saya berkesimpulan bahawa Siti Zainon Ismail adalah seorang Penyair Muslimat, yang sajak-sajaknya berjiwa dan bersemangat Islam.
Banda Acheh, 17 Ramadhan 1406
(Dalam Perakasihan Subuh. PT Bulan Bintang Jakarta , 1986)
*****
4. DR HARRY GEORGE AVELING (LA TROBE Univ. Australia)
and DR CHIN WONG PING inThe Moon Is A Candle
Recent years , literature concerning the inner, spiritual life of women has been rare, spitual texts having generally been the domain of men. This gas is all the more acute in the case of the Malay mowen, who only began writting and publishing in eary part of twenteieth - century. In light of this, the poetry of Siti Zainon Ismail seems even more Significant and remarkable an achievement for its a avid expression of, and commitment to , the life of the soul.
For Siti Zainon Ismail, the spiritual life is not divorced from the physical . It is rooted, like the lotus flower tha often in her poems, in the earthy, minute details of the physical world. Often, the spiritual is apprehensible, through the experience of the sensualm the divine known only as a fragrance, a kind of light, a passing breeze. The poet's task is to capture the ineffable by attending fully to the concrete: " Poetry arises from the life of the universe itself...the poet face the world honestly and the water, the sun, and the trees all becom alive to him"
The poems gathered in The Moon Is A Candle, spanning a career of fifteen years, reflect the poet's immersion in rich, heterogenceous world encompassing multiple traditions, influences and disciplines...including Malay mythology andoral arts, Sufi mysticism, Western Romanticim, contemporary visual and plastic arts and Southeast Asian geography and history. Moving through his fluid world is the poets herself...a sensitive, watchful, often vulnerable but alsways collected presence...speaking in a voice as clear as the of a bell. Its is, typically, a women's voice, located in a consciousness of the special experience and the special suffering of being female...
Nature is also pregnant with meaning, sending messages of truth thas pass "like Lightning". In the the tradition of Sufi mystics such as a the poet-theologuan Al - Gahazali , Siti Zainon's poem are attempts at cupturing thee enigmating presence of God. Resisting mimesism the seek instead to evoke the highest presence through a poetics of indirection and suggestion:
The sudden shift of colours
brings me to Your side,
Muhammad, lover of God...
...
Accomodating the contemporary experince of Kuala Lumpur steet life, Siti's voice can take on sensational and dramatic ironies, as in " City Blues", when Meena the prostitute ("Bobby calls me 'Shandy'/...He likes to watch me shake my booty") discovers that he client-lover (described in all his physical closeness) turn out to be none othes than the politician on national television exhorting the people oe "be warriors" on Independence Day.
Siti Zainon's is, in short, no soft or reticent voice, for all its delicacy and femininity. She is, in her own words, " A Malay women, shy no doubt/ But as hard as shining marble". Her language can be powerful and uncompromising, as precise and unstinting as her metophors of candles standing " like nails" or of the moon roasting " on the end of a stick". In teh real world she watches over, night canbe " a hot ,thick/cup of coffee" and women's milk " turned to pus." It is also a voice of compassion and humanity, at perhaps its mos expensive and inspiriting in " The Rose Wind of Southeast Asia, " with its call for all people to " share a common mat together:
(in The Moon Is A Candle. DBP 1992: VIV-XXI)
*****
5. DR ARIS ARIF MUNDAYAT (Univ. Putra Malaysia)
'...KARYA etnografi yang cukup kontrovesial adalah etnografi yang diekspresikan dalam bentuk puisi. Ini konterversial kerana, kaum positivis memandang sebelah mata.malah menganggap Etnografi puisi bukanlah arus utama....mengangap karya etnografi bersifat akademik berbeda dengan karya sastera...
Karya Siti Zainon Kasih Bonda , Kampung Paya Kami bukanlah sekadar kumpulan puisi belaka, namun sebuah " etnografi puisi" iaitu sebuah penggamabaran kehidupan masyarakat dalam bentuk puisi. Karya seperti inijarang dilakukan oleh ilmuan sosial kerana mereka tidak memiliki keberanian untuk menantang dominasi ideologi positivis. Upaya yang dilakukan oleh Siti Zainon melalui karya etnografi dalam bentuk puisi pasti memiliki matlamat tertentu baginya. Dugaan saya adalah, melalui karya etnografi puisi ini maka karya tersebut akan lebih mudah difahami oleh hampir seluruh lapisan usia dan latar belakang pendididikan orang-orang di Kampung Paya (Gombak) yang tidak semuanya orang-orang akademik.
Menurut Ruth Behar (2007:146), masalah hubungan antara puisi dengan etnografer tersebut pernah dialamai oleh sejumah tokoh-tokoh klasik etnografer seperti Franz Boas, Edward Safir dan Ruth Benedict....Dalam karya ini, tokoh Siti adaalah peran utama daalm kehidupan masyarakat di Kampung Gombak. Ceritera tentan Kasih Bonda bukan semata-mata tentang tokoh Siti, namun konteks sosial dan budaya yag ada sekitarnya merupakan kunci penting kumpulan puisi ini sebagai etnogafi puisi....Dalam buku ini kita akan menemukan sketsa kampung yang digoreskan oleh tangan etnografer itu sendiri. Ini adalah salah satu teknik entografer yang sering diisebut dengan pemetaan sosial.
Alasan saya menyebut karya Siti Zainon ini sebagai etnografi puisi kerana memiliki sejumlah karekter penting yang terkait dengan kehidupan masyarakat berserta lingkungan hidupnya seperti yang lazim dilakukan dalam etnografi. Buku ini menggambarkan: Pertama pemetaan sosial tentang kampung yang berubah - diskripsi perubahan digambar dengan jalinan puisi dan lakaran. Kedua, ada upaya penggambaran tentang sejarah sosial sejak 1950an. Ketiga, ikatan sosiobudaya masyarakat. Keempat, puisi tentang seni bina sebuah kampung dan Kelima mengandung kritik sosial dengan berlakunya perubahan sikap masyarakat.
....Semua ini digambarkan melalu puisi. Ini adalah karya yang langka dilakukan oleh seorang etnografer. Siti Zainon telah keluar dari dominasi ilmu sosial yang posivistik dengan memberi ruang puisi ke dalam karya etnografi seblum ini hanya bersifat prosa. Di sinilah titik penting yang sesungguhnya menarik, kerana karya Siti Zainon ini tidak memberikan makna yang pasti, namun memberi ruang kepada pembaca untuk menafsirkan peristiwa yang terjadi di Kampung Paya yang menjadi tempat dari suatu peristiwa sosial orang-orang Melayu di Malaysia.
(Kertas kerja yang dibentangkan dalam program "Wicara Buku : Kumpulan Puisi Kasih Bonda Kampung Paya Kami" anjuran PAKSI dan DBP Wilayah Tengah di DBP, 23 Oktober 2014)
*****
6. DR. SILFIA HANANI SYAFIE (Institut Islam Padangpanjang Sumbar)
"Mentafsir Roh Seni Budaya dari Perspektif Tradisional dan Moden"
MENGENAL Siti Zainon Ismail sama seperti mengenal dunia yang penuh dengan ragam warna-warni atau kepelbagaian, multibudaya kerana "budaya dan seni" yang dimilikinya sangat luar biasa. Jika penulis atau sesiapa sahaja yang mentasbihkan Siti Zainon dengan gelaran sebagai penyair , alangkah kerdilnya kami.
Siti Zainon merencah lautan karya yang sukar dicari tandingnya di ranah Melayu Nusantara, Berdasarkan karyanya yang "berurai", maka beliau wajar digelar sebagai pelukis, penyair, novelis,cerpenis, pereka bentuk dan ahli akademik. Penulis melihat Siti Zainon sebagai " wanita muzium seni budaya. Karyanya tidak sahaja dalam satu bidang kepakaran tetapi menjalar dalam kepelbagian seni.
...Karya Siti Zainon melambangkan identiti dan perjuangan beliau dalam membangunkan kebudayaan dan sosial masyarakat Melayu Malaysia...beliau mempertahankan bahasa ibundanya dalam setiap karya yang dihasilkan. Bukankah bahasa itu budaya bangsa? Pertanyaan inilah yang dijawab dalam karya Siti Zainon . Karyanya umpama jejantas yang menghubungkan generasi hadapan dengan bahasa Melayu...
Siti Zainon kerap kali membawa perlambangan alam..dalam ramuan dan pentafsiran lugas, cerdas, berorientasikan masa depan . Ada makna falsafah sehingga kehadiran alam ada simbol yang sangat berguna untuk membangunkan kehidupan...mampu mentafsir dalam dengan pandangan yang lain, yang membawa pembaca pada satu makna, pemikiran dan perubahan. Cerpen "Seri Padama", ada bait alam yang indah dalam tulisannya, sebagai perlambangan:
"Hujan yang manis
angin yang baik
telah kami raikan keanggunganmu
dengan ramah dewi api yang melindungkan
Sita
yang memadakankan cemburu Rama
bersma kasih
putih ini....
(Cerpen " Seri Padma")
....Orang Melayu beragama Islam. Agama menjadi pegangan yang utama. Tidak hairan, kekuatan agama itu melekat pada karya ini' beliau menghadirkan kebesaran Tuhan dan Kebesaran-Nya dalam puisi dan karya yang lain. Kekuatan ini pada hakikatnya melayakkan Siti Zainon digelar bangsawan di Aceh iaitu gelaran Tengku Chut Nyak Fakinah. Orang Aceh tidak mudah memberikan gelaran kebesaran itu kepada orang lain, kecuali jika seseorang itu ada kekuatan agama yang dikembangkan dengan sumbangan bakti yang berguna, yang disumbangkan oleh seseorang yang diberi gelaran kehormatan tersebut.
Kesantunan budi adalah ciri utama orang Melayu. Inilah juga yang banyak diperikan dalam karyanya, terutama dalam cerpen " Kampung Paya Kami"
Yang menarik beliau juga terus berkembang. Sikap memerlihara tradisi dilakukan beliau bukan bererti mundur ke belakang. Sebaliknya sesuai dengan nilai kemodenan, Siti mampu membangunkan nilai tradisional, iaitu nilai Melayu secara positif - membawa perubahan tanpa menjejaskan keadaan manusia yang harus berubah tanpa meningglakan nilai norma, dan kemanusiaan. Malah karyanya juga menjadi agen kritik sosial, mengkritik kerana perubahan yang tidak seimbang..terutama dalam puisi "Rangka Daun" dan cerpen Kampung Paya Kami"
Siti Zainon merupakan wanita seni budaya yang sukar dicari tandingannya sampai saat ini kerana karya yang dihasilkannya begitu kompleks dan dekat dengan masyarakat Malaysia. Beliau mendapat sambutan dan pengiktirafan daripada berbagai pihak...'Beliau permata yang bersinar di rumpun Melayu"
(Dalam Dewan Sastera, Disember 2011: 32-360)