1.ADA pena di atas meja. Kadang tiada. Tersembul pula dalam kotak warna. Kau pilih pena bertinta hitam cina. Itu sudah sejak kecil bersama ayah yang meraut buluh meruncing tajam dan mencelup di dalam botol tinta. Mataku terpejam celik. Suara Mak pula kerap mengejutkan, " Izan , raut pensel . Mak nak lukis gambar bunga sulaman baju"
2. YA berpuluh tahun dulu. Kini Alhamdulillah dalam usia bermula angka Enam, saya masih meraut pensel hitam atau pensel warna. Masih mengheret kotak pensel warna mencelah dalam beg ke pejabat, ke pasar, ke kedai buku, hingga di meja makan. " Ya ke mana-mana pergi dia memang ada meja, buku nota dan peta". Itu catatan Cik Bulan dalam halaman buku. Di meja makan kedai kopi ketika kawan-kawan sibuk membaca menu, si Aku masih mengatur kotak pensel, batang pena hingga seseorang menghidang secawan kopi.
3. TELINGA memang sahabat setia. Mengutip suara dari berbagai arah. Dalam keriuhan pasar pagi, pasar petang atau pasar malam, ada rengek, risik, lengkeng, hiruk pikuk - anehnya telinga mendengar dengan gembira. Dalam bising riuh rendah suara penjaja, pembeli menawar ikan di pasar, masih ada ruang sunyi senyap di hati , membuat Sang Aku dapat merenung, memejam mata, membayang suara, kata menjadi warna, kotak, garis, kadang tumbuh batang pohon merendang, akar menjunm ke sukma jauh, jauh. Ya akar pohonku bersuara berkata-kata.
4. TUNGGU, kata batin. Jangan terkocoh melompatkan pengalaman pagi hari. Kau tatap air berkocak di celah daun keladi di tepian sungai Pimping yang mengalir tenang. bayang awan bergelombang di dalam air, hingga tiada yang kau lihat kecuali awan. Awan itulah yang berkata, bergema dengan Sabda , "Seorang hamba selalu berada dalam kebaikan selama dia tidak bersikap teresa-gesa" - Demikian Anas bin Malik menyatakan tentang Sabda Rasulullah SAW (Arifin Arif , Dirasah Ramadan 2014 :30) Di satu sisi perlu waktu untuk merenung, berfikir setelah hati dikocak rasa, ragam tingkah alam yang terbentang. Bersunyilah bisik Cinta. Kerana Cinta adalah panggilan suci di hati hamba-Nya yang menuju ilmu yang jauh dan sunyi dan hanya Dia pengurnia Nikmat serbat biarpun cangkirnya luka. Namun tetap juga ada musiqi indah meratapi dhikir dan bergemalah tatrib bunyi bergema pesona.
5. KE MANA arah tuju mentari sejak pagi hingga ke rembang petang? Musim panas kering daun-daun masih tetap segar mengembang pucuk. apa lagi bila hujan pagi meninggalkan sisa percik air di di lopak laman. Kehidupan bermula lagi. Kala para perempuan berjalan ke arah pasar, ada yang berjualan para pembeli saling menawar harga, Harga pasaran makin melambung, kecoh resah hingga memuncak resah membuak marah. Kenapa semua ingin menjadi halilintar, mengutuk, mengeji, membenci iri? Inikah kehidupan . Tapi di tangan pelukis ada merah marah menjadi bunga-bunga segar terhias di meja. Kemarahan terhenti berganti biru ungu kala mentari makin jatuh di ufuk hingga bersambut azan dan panggilan hanya ' pulanglah segera ke rumah dengan rasa lapang dada. Kita tahu di mana harus melapang sebuah hati! Ya catatlah, kalau itu memang kerjamu menulis. Kaupun melakar tinta hitam menumpahkan kata-kata ke atas kertas nika warna. Kerana kau pelukis maka beruspun berkerja kembali merakam gejolak fikir dan rasa. Abjad bertaring gigi sang kala atau liuk belalai ,merunduk menggerak cerita wayang atau tarinai. Itu antara tugas seorang pencatat cerita lisan Sang Primadona Kak Jah. Memang masih panjang halaman muka surat yang harus dicatat. Ditambah dengan riuh suara gagak Kelang yang kehilangan pohon dan bangau si jenjang yang terkais luka di paya kampung Delima Melayu. Lidahmu kerap terkedu kala kakimu tersangkut di papan titian lapuk Kampung Air berhadapaan cahaya lautan nilam tetapi yang bergemerlapan adalah kemilau di Labuhan Sutera penghibur sang kuasa dunia.
YA lukisanmu belum selesai. Tinta juga belum padam. Biar meranting pohon alam, tetap tumbuh putik dan pucuk baru. Penulis ada tugasmu menanti. Terus dan pacu.
SITI ZAINON ISMAIL
UMS 20 April 2016
UMS 20 April 2016