[gedongpuisi]
Siti Zainon Ismail Mengahwinkan Puisi dan Sketsa
Oleh Yono Wardito
Republika INDONESIA 24 Jan 2000
Siti Zainon Ismail merupakan salah seorang penyair wanita Malaysia terpenting saat ini. Namun, wanita yang pernah menimba ilmu di ASRIYoyakarta dan bergaul dengan para senimanIndonesia itu tidak hanya dikenalsebagai penyair, melainkan juga pelukis.
Siti Zainon Ismail merupakan salah seorang penyair wanita Malaysia terpenting saat ini. Namun, wanita yang pernah menimba ilmu di ASRIYoyakarta dan bergaul dengan para senimanIndonesia itu tidak hanya dikenalsebagai penyair, melainkan juga pelukis.
Selama 30 tahun karir kepenyairan dan seni lukisnya, wanita kelahiran Kuala
Lumpur, 18 Desember 1949 itu telah melakukan pameran sketsa dan puisi di
kota-kota penting Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, maupun Inggris.
Wanita yang telah keliling Indonesia -- Madura, Yogyakarta, Jakarta, Bali
hingga Aceh -- itu telah menerbitkan tak kurang 20 judul buku yang
mengawinkan puisi dan sketsa. Misalnya Nyanyian Malam (1976), Puisi Putih
Sang Kekasih (1984), Seri Padma (1984), Getaran Jalur dan Warna (1985),
Perkasihan Subuh (1986), dan Attar Dari Lembah Mawar (1988).
Selain itu, Puspaseni-Lukisan Pilihan, Koleksi Bank Negara Malaysia (1989),
Kau Nyalakan Lilin (1990), Bunga-bunga Bulan-Sketsa dan Puisi 1969-1989
(1992), Alam Puisi (1994), Taman-taman Kejadian (1996), A Journey into The
World of Art (1997), dan Kembara Seni Siti (1997).
Buku terbaru Zainon (terbit awal 2000) adalah Zikir Pelangi (The Rainbow),
terbitan Galeri Melora, Selangor Darul Ehsan, Malaysia. Buku luks setebal
260 halaman ini memuat kumpulan sajak dan skesta, dilengkapi dengan display
foto diary 1967-1999. Buku berbahasa Melayu dan Inggris ini juga memuat foto
Zainon bersama dengan sejumlah pejabat, termasuk Presiden Indonesia BJ
Habibie (tahun 1997).
Sejumlah seniman Malaysia memberikan ulasan dan komentarnya mengenai
ketokohan Siti Zainon. Termasuk seniman Indonesia Danarto yang menulis
artikel berjudul Mendendangkan Kegembiraan Hidup. ''Menyaksikan sejumlah
lukisan karya Siti Zainon Ismail adalah menyaksikan seorang yang
mendendangkan kegembiraan hidup.'' Demikian tulis Danarto.
Pengakuan akan kepiawaian Siti Zainon di bidang seni lukis maupun sastra
datang dari berbagai negara, seperti Indonesia, India, Korea Selatan,
Thailand, dan Malaysia sendiri. Tahun 1989 dia menerima hadiah sastra Asia
Tenggara SEA Write Award. Selama dua tahun berturut-turut (1995-1996, dan
1997-1998), dia merebut Hadiah Cerpen Dewan Bahasa dan Pustaka-Maybank
Malaysia.
Penggemar musik dan tari ini juga memperoleh Hadiah Puisi Islam, PUSPA,
Kelantan (1987), dan Hadiah Esei Seni, Dewan Sastra (1998). ''Siti Zainon
Ismail merupakan nama yang sealiran dengan seni dan budaya Malaysia. Sebagai
seorang pelukis dan penyair, beliau telah melangkah jauh ke arah memperkaya
bidang seni yang indah di Malaysia,'' tutur Dato' Wan Ismail Abdul Rahman,
chief excecutive officer (CEO) Oriental Bank Berhad Malaysia.
Siti Zainon merupakan salah satu contoh kegigihan seorang seniman. Apalagi
kalau melihat latar belakang kesehariannya, dia adalah juga seorang dosen.
''Di tengah-tengah kesibukan menambah ilmu dan mengajar, saya mencoba
mencari 'ruang' untuk menjaga rasa seni, yakni mengembangkan karir melukis
dan menulis sajak.'' Demikian pengakuan Sarjana sastra Universiti Kebangsaan
Malaysia dan Doktor Falsafah Universiti Malaya.
Prof Seni Budaya Universiti Kebangsaan Malaysia itu tak neko-neko
dalam melukis. Dia tidak tergantung kepada peralatan yang mahal dan serba
wah. ''Saya memakai bahan termurah untuk membuat skesta: pastel, krayon,
kertas sisa yang dipungut di jalan, di kedai dan lembaran buku tamu, maupun
tisu hotel. Malah tukang bingkai gambar sering menghadiahkan kartu tebal
sisa -- semua saya gunakan untuk mencoret,'' tuturnya.
Yang menarik, meski usianya memasuki kepala lima, namun Siti Zainon seperti
tidak pernah kehilangan kelincahannya. Dia seakan-akan menyimpan energi yang
besar dan tak pernah habis. Dia kerap kali hadir dalam berbagai acara
kesenian dan kebudayaan di Malaysia maupun mancanegara, termasuk Indonesia.
Dan, meskipun dia seorang seniman besar di negerinya hingga ke manca negara,
dia tetaplah seorang yang sangat rendah hati terhadap siapapun.
Penulis beruntung sempat bertemu dengannya saat acara Malam Baca Puisi dan
Diskusi Penyair Indonesia-Malaysia di Rumah PENA Kuala Lumpur, Malaysia,
awal Desember 1999. Dalam kesempatan itu Siti Zainon membacakan salah satu
puisi Baha Zain, salah satu sastrawan terkemuka Malaysia.
''Saya sangat sering ke Indonesia, saya sangat kenal dengan Indonesia, saya peduli
Indonesia, khususnya Aceh,'' kata seniman yang pernah berkali-kali merebut
beasiswa maupun hadiah seni dari lembaga-lembaga di Indonesia, seperti ASRI,
Universitas Jabar-Ghafur Ahceh, dan Istiqlal Honorary Fellow of Poetry.
Dalam pandangan Datuk A. Samad Said, sastrawan negara Malaysia, kelebihan
Siti Zainon sebagai seorang pelukis adalah dia tidak memberi sesuatu; dia
hanya menghantar isyarat. ''Siti Zainon melukis, terkadang dengan penuh
harum, terkadang penuh ragu. Dan seniman, seperti biasa, tidak berhenti
bertanya, dan tidak berhenti ragu,'' tuturnya.
Indonesia, khususnya Aceh,'' kata seniman yang pernah berkali-kali merebut
beasiswa maupun hadiah seni dari lembaga-lembaga di Indonesia, seperti ASRI,
Universitas Jabar-Ghafur Ahceh, dan Istiqlal Honorary Fellow of Poetry.
Dalam pandangan Datuk A. Samad Said, sastrawan negara Malaysia, kelebihan
Siti Zainon sebagai seorang pelukis adalah dia tidak memberi sesuatu; dia
hanya menghantar isyarat. ''Siti Zainon melukis, terkadang dengan penuh
harum, terkadang penuh ragu. Dan seniman, seperti biasa, tidak berhenti
bertanya, dan tidak berhenti ragu,'' tuturnya.
Sedangkan Mahzan Musa, salah seorang kurator dan pengamat seni Malaysiamengemukakan kunci sukses Siti Zainon adalah kemauannya dan kehausannya
belajar kepada siapa saja dan di mana saja. ''Seniman yang satu ini tidakhanya sekadar merujuk buku-buku di perpustakaan. Siti Zainon banyak bergurukepada seniman-seniman Melayu tradisi. Dia mengembara dari desa kecil ditempat terpencil, dari tanah besar ke pulau-pulau Nusantara, dari negeri kenegara sehingga di kota-kota besar dan kecil di Asia Tenggara, Eropa, dan dimana saja ada jejak-jejak silam seni seniman Melayu.''
Itulah sekelumit tentang Siti Zainon, yang merintis karir melukis danmenulis puisi sejak usia 16 tahun. Dan, dia tak pernah berhenti hingga kini,bahkan sampai nanti. Hal tercermin persis seperti ditulisnya dalam buku
terbarunya, Zikir Pelangi (The Rainbow), ''Tugaspelukis dan penulis, tidakpernah selesai. Inilah sumbangan kecil seperti yang diamanahkanNya.''
No comments:
Post a Comment